DAN KITA AKAN MENJADI TUA

Daun-daun musim ini berguguran, karena sudah mulai mengering dan tangkainya tak mampu menahan berat tiupan angin. ‘’Sepintas saja aku teringat Ibu yang masih sempat aku mengelus pipinya yang dilapisi kulit tua nan keriput itu’’ kata wanita yang hampir saja berumur 30 Tahun yang sedang duduk karena berhenti menyapu halaman.
Lalu tak lama kemudian wanita itu melanjutkan sentuhan tangannya untuk membersihkan dasar-dasar halaman yang dipenuhi dedaunan yang gugur.
Tak lama kemudian ia mendengar suaminya yang memanggil untuk meminta tolong dibuatkan secangkir kopi dan percakapan pun berkelanjutan.
‘’Mami, buatkan papa kopi geh’’ suruh suaminya. Dan wanita itu mengerjakannya dengan penuh Ikhlas.
Suami : ‘’kok sejak tadi papi lihat mami ini agak termenung, mbok ya o... nyapunya nanti gak selesai to kalau mami ngelamun terus’’
Isteri : ‘’bukannya mami melamun pi, namun mami berpikir karena tiba2 teringat sama Ibu’’
Suami : ‘’lha yo sama saja to mi itu melamun namanya’’
Tiba-tiba sang isteri itu berkaca-kaca dan menyandarkan kepalanya di pundak suaminya yang dulu sangat gagah ketika mereka masih baru berkenalan.
Suami : ‘’lho lho lho... to, ini yang bikin papi jadi cengeng ni, hayo mami kenapa kok tiba-tiba mbrebes gitu matanya?’’ tanya suami yang namanya sangat dikenal oleh keluarganya itu sebagai lelaki yang Humoris lagi bersahaja itu. Panggil saja Paijan.
Isteri : ‘’papi, dulu mami masih sempat mengelus pipi ibunda yang dilapisi kulit tua nan keriput sebelum ia menarik nafas terakhir’’ keluh isteri yang mempunyai kelembutan dan sangat patuh terhadap suaminya ini. Panggil saja Painah.
Suami : ‘’iya mi papi masih ingat, lalu apakah anak-anak kita masih bisa seperti kita ya? Mengelus pipi keriput kita saat sudah pikun nanti dan merawat kita disaat kita sakit nanti bahkan menuntun kita menyebut nama Allah saat skaratul maut nanti?’’

Painah semakin berkaca-kaca mendengar suaminya itu menambahkan ingatannya pada Ibunya yang sudah tiada.
‘’sudahlah mi, cup cup cup, jangan habiskan air matamu untuk mengingat Ibu yang sudah meninggal, karena nanti jika habis, kita tak bisa menangis untuk kedurhakaan kita pada Rabbi yang Rahman’’ ujar Paijan sambil mengusap air mata isterinya yang mulai mengalir.
Painah : ‘’papi, apakah ketika hariku tiba dijemput ruhku, papi akan ada di sampingku?’’ tanya painah yang mulai serius.
Paijan : ‘’husshhh... mami ini ngomong apa to? Mbok yo jangan kearah situ bicaranya’’ tutur suaminya yang makin lama makin tidak mampu menahan sedih.
Akhirnya mereka menyelesaikan rindunya dengan Ibunya itu dengan berpelukan. Lalu selesailah rindu hari itu karena hari semakin gelap.

Beberapa bulan kemudian.........

Paijan yang dulu sangat gagah saat muda dan masih sangat jelas di ingatan isterinya itu waktu melamarnya kini sudah mulai beruban, dan genggaman tangannya tak sekuat saat dia mengayunkan cangkul.
Paijan mengelus dahi isterinya itu dengan penuh kasih sayang ‘’mami yang sabar ya, semoga Allah memberi kesembuhan untuk penyakit mami’’ ujar Paijan sambil tersenyum.
‘’anak-anak kita kok lama sekali gak menjenguk kita ya pi, apalagi mami sedang sakit begini, semua pada sibuk dengan sendirinya hingga sesekali saja menjenguk kita berdua’’ keluh Painah sambil menahan rindu anak-anaknya dan air matanya mengaliri kerut-kerut dipinggir hidung itu.
‘’mami yang sabar ya, besok insyaAllah papi kabari untuk anak-anak kita agar berkumpul’’ kata Paijan yang punya firasat kurang baik.

Belum sempat paijan terlelap dalam tidurnya, pada dini hari dan malam yang penuh dengan misteri ini, ia mendengar satu hentakan nafas yang tersendat.
‘’Ya Allah... apakah Engkau akan mengambil isteriku di saat anak-anak kami tidak dapat melihat wajah terakhirnya?’’ Paijan mengeluh pada Allah di samping isterinya yang sudah tak sadarkan diri itu.
Berulang kali Paijan mengeluh pada Allah....
Ia seperti tak rela dan sangat terpukul saat menyaksikan isterinya menghembus nafas terakhir dan hanya dia yang menemani.
----------------------------------------------------------------------------
Tutup sudah usianya
Daun-daun yang gugur itu sudah mulai mengering
Tangkainya tak mampu menahan beban berat tiupan angin
Suara malam pun tertutup kabut
Butir-butir kerinduan tak tersampaikan
Kemana anak-anak itu ??

Harta sudah membutakannya
Hingga tak sempat membimbing ibu saat skaratul maut
Lembaran kulit pohon terbata-bata
Tangisannya tak dapat mengembalikan ibu kembali ke dunia
Dialah ibu...
Dialah ibu...
Dialah ibu...
Lalu ayah yang gagah menuturimu

Ibu....
Ketika engkau sudah menjadi nenek, dialah cucumu yang manis
Menjagamu dalam hati mereka
Hati mereka tiada kosong
Penuh cinta
Seperti ayah yang mengucap ‘’ana uhibbuki fillah’’ padamu
Janganlah kau kutuk kami karna tak dapat membimbingmu saat maut tergesah-gesah
Kami anak-anakmu yang durhaka
Memohon ampun pada-Nya
Yaa Rabbi, sampaikan salam untuk Ibu
---------------------------------------------------------
Sebuah syair menutup cerita kelam masa lalu seorang muslimah seraya berkata ‘’DAN KITA AKAN MENJADI TUA’’
(Azzahra)
---------------
Jadikanlah cinta itu seperti ibu yang melahirkanmu
jadikanlah cinta itu seperti ayah yang mengaliri darah dalam tubuhmu
jadikanlah cinta itu seperti hatimu yang kau jaga dari sakit
dan janjikanlah cinta itu kepada Allah yang menjadikan ayat-ayatnya sebagai nafasmu
-----------------
Jika ada kesamaan nama mohon di maafkan karena ini hanya sebuah motivasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar