JEJAK INDAH SANG PEMIMPIN BAGIAN 1
Umar bin Khattab ra terkenal sebagai orang yang berwatak keras dan
bertubuh tegap. Sering kali pada awalnya (sebelum masuk Islam) kaum
muslimin mendapatkan perlakukan kasar darinya. Sebenarnya di dalam hati
Umar sering berkecamuk perasaan-perasaan yang berlawanan, antara
pengagungannya terhadap ajaran nenek moyang, kesenangan terhadap hiburan
dan mabuk-mabukan dengan kekagumannya
terhadap ketabahan kaum muslimin serta bisikan hatinya bahwa boleh jadi
apa yang dibawa oleh Islam itu lebih mulia dan lebih baik.
Sampailah
kemudian suatu hari, beliau berjalan dengan pedang terhunus untuk
segera menghabisi Rasulullah SAW. Namun di tengah jalan, beliau dihadang
oleh Abdullah an-Nahham al-‘Adawi seraya bertanya:
“Hendak kemana engkau ya Umar ?”,
“Aku hendak membunuh Muhammad”, jawabnya.
“Apakah engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh Muhammad ?”,
“Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?”. Tanya Umar.
“Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar,
sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah
meninggalkan agamamu”, kata Abdullah.
Setelah mendengar hal
tersebut, Umar langsung menuju ke rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah
tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran
kepada keduanya (Fatimah, saudara perempuan Umar dan suaminya). Namun
ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di
balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya :
“Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”,
“Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja”, jawab mereka
“Pasti kalian telah murtad”, kata Umar dengan geram
“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu ?”, jawab ipar Umar.
Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya dengan keras
hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang
berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga
wajahnya berdarah, maka berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh
amarah:
“Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu,
maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain
Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah”
Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul
penyesalan dan rasa malu di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran
al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar
najis, dan al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang
telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi jika ingin
menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya.
Setelah mandi,
Umar membaca lembaran tersebut, lalu membaca : Bismillahirrahmanirrahim.
Kemudian dia berkomentar: “Ini adalah nama-nama yang indah nan suci”
Kemudian beliau terus membaca :
"THAHAA"
"Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah); yaitu
diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi;
(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy;
Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua
yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah; Dan jika kamu
mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang
lebih tersembunyi; Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik),
[THAAHAA AYAT 1-8]
“Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad”.
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah,
seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa
Rasulullah SAW pada malam Kamis lalu adalah untukmu, beliau SAW berdoa :
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang
lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”.
Rasulullah SAW sekarang berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”.
Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di
sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya
mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang
dengan garang bersama pedangnya. Segera dia beritahu Rasulullah SAW, dan
merekapun berkumpul. Hamzah bertanya:
“Ada apa ?”.
“Umar” Jawab mereka.
“Umar ?!, bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan,
kita sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia
dengan pedangnya sendiri”.
Rasulullah SAW memberi isyarat agar
Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya
menemui Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memegang baju dan gagang
pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya berkata :
“Engkau
wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah
diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?,
Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan
Umar bin Khattab”.
Maka berkatalah Umar :
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah .
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang
berada di dalam rumah saat itu, hingga suaranya terdengar ke
Masjidil-Haram.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar